Wednesday, January 6, 2010

Turun ke Dasar Laut untuk Mengambil Mutiara

Turun ke Dasar Laut
untuk Mengambil Mutiara

Saudaraku,
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah dalam Al Fawaa-id, mengatakan, “Waspadai kemaksiatan. Karena kemaksiatan telah menghinakan kemuliaan ‘usjuduu ’ (sujudlah) dan mengeluarkan kalimat yang memutuskan ‘uskun ’ (menetaplah engkau).” Kata usjuduu, maksudnya,perintah Allah swt dahulu kepada makhluk-Nya untuk sujud kepada Adam as saat pertama kali diciptakan. Tanda bahwa Adam as sebagai manusia, sangat dimuliakan. Sedangkan kata ‘uskun ’ merupakan firman Allah swt kepada Adam as untuk menetap dan tinggal di surga bersama Hawa as. Firman Allah swt ini, juga menandakan betapa kasih sayang Allah swt kepada Adam as selaku manusia. Tapi, kemaksiatan Adam as yang melanggar perintah Allah dan cenderung pada bisikan syaitan, telah merusak kemuliaan ‘usjuduu ’ dan ‘uskun ’. Itulah yang dimaksud dalam perkataan Imam Ibnu Qayyim rahimahullah.

Perhatikanlah saudaraku,
Ibnul Qayyim dengan sangat indah melukiskan perjalanan Adam as, manusia pertama. “Peristiwa ini sungguh memunculkan kegelisahan seribu tahun. Tak putus tertulis dengan lembar penyesalan dan kesedihan dalam hamparan kisah. Membawa angin kekecewaan. Sampai Adam as didatangkan keputusan ‘fa taaba ‘alaiih ’ ((maka Allah swt memberikan ampunan kepadanya)...Iblis mungkin bersuka cita dengan diturunkannya Adam dari surga.Tapi Iblis tidak tahu bahwa turunnya Adam as seperti turunnya seorang penyelam ke dasar laut, lalu kembali ke atas membawa mutiara.”

Saudaraku,
Kemaksiatan dan dosa yang dilakukan, bukan akhir segalanya. Lihatlah lagi bagaimana perenungan Ibnu Qayyim terhadap rangkaian peristiwa yang dialami Adam as. Bertolak dari firman Allah swt dalam Al Qur ’an, Ibnu Qayyim menyusun redaksi sendiri setelah mentadabburinya. Seolah, Allah swt selanjutnya mengatakan kepada Adam, “Wahai Adam, jangan bersedih dengan perkataan-Ku kepadamu: “Keluarlah kamu dari surga ”. Karena Aku telah ciptakan dunia untukmu dan kepentingan keturunanmu. Wahai Adam, dahulu engkau datang kepada-Ku sebagaimana al muluuk (raja). Tapi sekarang engkau datang kepada-Ku sebagaimana seorang al ‘abiid (hamba) datang kepada raja. Tak perlu bersedih karena ketergelinciran (dari surga) karena kesalahanmu. Karena sesungguhnya, sekarang telah keluar dari dirimu penyakit sombong. Dan kini engkau telah menggunakan pakaian penghambaan...”

Saudaraku,
Dosa dan kemaksiatan, memang pasti mendatangkan akibat.Akibat paling merugikan adalah lenyapnya kebaikan dan keutamaan yang semula didapatkan seseorang dari Allah swt. Seperti dialami Adam as yang melanggar perintah Allah dan iblis yang bukan hanya melanggar tapi melawan dan membangkang perintah Allah swt. Apa hasilnya? Hasilnya kerugian bagi Adam as yang kehilangan posisi sebelumnya ia peroleh berupa ketenangan hidup di surga. Juga kerugian Iblis berupa kehinaan tak terperi dan tak ada ujungnya karena murka Allah swt.

Tapi saudaraku,
Ibnu Qayyim mengeluarkan sebuah kesimpulan sangat indah dari kisah Adam as ini. Kesimpulan yang harus kita perhatikan dan kita jadikan pegangan. Bahwa tidak semua kondisi jatuh melakukan kesalahan, berarti tak pernah ada lagi harapan. Tidak seluruh ‘penurunan ’, berarti tak pernah ada lagi ‘kenaikan ’. Mungkin saja ada yang gembira dengan jatuh dan terperosoknya kita. Iblis gembira dengan jatuhnya Adam dari surga ke dunia. Tapi sebenarnya turunnya Adam dari surga justeru mengantarkan Adam menemukan mutiara yang sangat berharga. Seperti seorang penyelam yang berenang ke dasar laut yang dalam, untuk memperoleh mutiara. Ini salah satu cara kita memandang kesalahan yang dilakukan Adam as.

Sebagaimana sabda Rasulullah saw,“ Demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, jika kalian tidak melakukan dosa niscaya Allah swt akan menghilangkan kalian, lalu didatangkan kaum yang berdosa dan mereka meminta ampun kepada Allah swt kemudian Allah swt mengampuni mereka.“ (HR.Muslim)

Saudaraku,
Allah swt juga sudah memberi sentuhan lain dengan menenangkan Adam as dan keturunannya, bahwa ketika Adam dikeluarkan dari surga, itu tidak berarti Allah swt tidak mengasihi dan memperhatikannya lagi. Karena memang bumi ini diciptakan untuk Adam dan keturunannya, seperti firman-Nya,“ Innii jaa ’ilun fil ardhi khaliifah...” (Sesungguhnya Aku menjadikan (manusia) khalifah di bumi). Itulah yang dikehedaki Allah swt. Yang berubah dari hubungan Adam as dengan Allah, sebagaimana perkataan Ibnul Qayyim, adalah penyikapan Allah yang seperti ‘al muluuk ’ atau raja, kepada Adam, kemudian menjadi pola ‘al ’abiid ’ atau hamba. Allah swt juga kemudian membersihkan hatinya dari kesombongan dan ujub pada diri sendiri.

Tapi di sisi lain, Allah swt tetap menyediakan kepemilikan surga itu untuk Adam as dan keturunannya. Dikeluarkannya Adam as dari surga adalah untuk kemudian, surga akan diberikan lagi secara lebih sempurna untuk hamba-hamba Allah swt yang mendapat rahmat Allah swt untuk memasukinya. “Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyejukkan mata sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS.As Sajdah :17)

Saudaraku,
Ini tidak menjadikan kita tak peduli dengan dosa dan kesalahan, karena satu hal yang juga disampaikan Ibnu Qayyim, meski beragam keutamaan yang Allah swt berikan kepada Adam as, tetap saja Adam telah melakukan kemaksiatan. Dan karenanya, yang paling berguna bagi Adam untuk merengkuh kemuliaannya kembali adalah dengan mengakui kesalahan dan menyesalinya. Ini tercantum dalam do ’a Adam as, “Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni kami, sungguh kami termasuk orang-orang yang merugi.” Menurut Ibnu Qayyim, kondisi ini, “Mirip pejuang yang terluka oleh pedang musuh. Lalu ia mengobati lukanya, dan kembali lagi berperang seperti ia tidak memiliki luka.”

Sungguh perkatan yang halus, makna yang dalam dan menyentuh dari seorang Imam yang sangat mengerti tentang hati, Imam bnul Qayyim Al Jauziyah rahimahullah ._

0 comments: